Kutai Timur~CNN.com | Salah satu citra suatu perusahaan ditentukan oleh seberapa banyak sengketa atau perselisihan hubungan industri yang terjadi di dalam perusahaan. Kontraktor PT Kaltim Prima Coal (KPC) memainkan peran penting dalam mendukung operasi PT KPC. Salah satu upaya PT KPC membuktikan komitmennya pada implementasi hukum ketenagakerjaan dan agar tidak terhentinya operasi pertambangan adalah melalui Program Contractor Human Resources Evaluation (Evaluasi Sumber Daya Manusia Kontraktor) yang dilakukan dengan terencana, terorganisir, terkontrol dan berkesinambungan yang dilakukan di kontraktor PT KPC. (Sangatta Utara 17/10/2025)
Perdhana Putra sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kutai Timur (FSPKEP-KSPI Kutim) dan sebagai Tim Deteksi Dini Kerawanan Ketenagakerjaan Kabupaten Kutai Timur (berdasarkan SK. Bupati Kutim No: 560/K.169/2024) mengatakan masih banyak kontraktor PT KPC yang melanggar hukum ketenagakerjaan.
Sebagai contoh: ditanggal 15 Oktober 2025, beberapa karyawan di 2 (dua) perusahaan kontraktor yang bekerja di Tanjung Bara PT KPC, melaporkan bahwa upahnya masih menggunakan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kutai Timur tahun 2025 sebesar Rp.3.743.820, seharusnya upah yang diberikan perusahaan kontraktor acuannya adalah menggunakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) tahun 2025 sebesar Rp.3.912.291,90 sen berdasarkan Berita Acara Kesepakatan Penetapan Upah Sektoral Kabupaten Kutai Timur tahun 2025 yang telah disepakati oleh Dewan Pengupahan Kabupaten Kutai Timur pada tanggal 12 Desember 2024, dan ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 100.3.3.1/K.560/2024 tentang Penetapan Upah Sektoral Minimal Kabupaten Kutai Timur Tahun 2025.
Akibat kurang atas upah tersebut dampak langsungnya terhadap kesejahteraan pekerja dan berpengaruh besar terhadap nilai Jaminan Hari Tua (JHT), Tunjangan Hari Raya (THR) dan perhitungan upah lembur pekerja. Contoh lainnya: ada perusahaan yang membuat aturan sesuka-sukanya yaitu akan mengikutsertakan pekerjanya dalam Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan setelah mengabdi dan/atau bekerja selama 2 (dua) tahun lamanya.
Jadi saat istri karyawan tersebut sakit dan harus dirawat inap, mau tidak mau karyawan harus mengeluarkan biaya pribadi untuk pembayaran rawat inap dan pengobatan istrinya. Belum lagi kasus pemotongan upah karyawan sebesar 2%, dimana pemotongan 2% tersebut tidak diatur secara tertulis pada Perjanjian/Kontak Kerja dan Peraturan Perusahaan.
Perdhana sangat mengapresiasi Program Contractor Human Resources Evaluation (CHRE) PT KPC, Program CHRE sebagai hard control pengendalian sistem manajemen sumber daya manusia pada kontraktor. Jadi, secara teknis, Tim Verifikasi PT KPC akan menyiarkan bukti mengenai informasi faktual dan signifikan melalui interaksi (pemeriksaan, pengukuran dan penilaian serta kesimpulan) secara sistematis, objektif dan terdokumentasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi dengan kriteria CHRE yang telah ditentukan dan berpedoman pada hukum ketenagakerjaan yang berlaku, seperti: bukti Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP), Perjanjian/Kontrak Kerja (PKWT/PKWTT) Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja Bersama, Struktur dan Skala Upah, Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja, jumlah tenaga kerja daerah dan nasional yang bekerja diperusahaan, penggunaan tenaga kerja alih daya (outsourscing), implementasi UMSK Kutai Timur tahun 2025, Pemeriksaan Kesehatan Karyawan (Medical Check Up), Program BPJS Ketenagakerjaan, bukti pemotongan Pph21, pembayaran upah kerja lembur (lembur) dan lain sebagainya.
Program CHRE PT KPC sangat bagus karena tim evaluasi CHRE PT KPC dapat mengetahui kekuatan dan perkembangan kontraktornya, dan juga sebagai deteksi dini pemetaan serta menganalisis kerawanan ketengakerjaan di kontraktornya yang berpotensi sebagai pemicu terjadinya konflik atau perselisihan hubungan industrial di masa depan yang berpotensi dapat mengganggu operasi PT KPC.
Hal lainnya jika karyawan kontraktor melakukan pemotongan kerja, kerugian biaya langsung dan tidak langsung lebih besar daripada jika ada kecelakaan tambang. Berharap seluruh pemilik perusahaan pertambangan dan perkebunan yang ada di Kutai Timur dapat mencontoh dan mengimplementasikan program serupa yang telah dilakukan oleh PT KPC. Jika perlu dapat melakukan studi banding ke PT KPC. Program CHRE PT KPC membantu Pemerintah Kabupaten Kutai Timur baik secara langsung dan/atau tidak langsung menciptakan hubungan industrial yang harmonis dalam bingkai Pancasila, ucap Perdhana (Bambang)*