Jakarta, CNN.Com | 17 Oktober 2025 Visi Besar Indonesia Emas 2045 dinilai tidak akan tercapai hanya dengan pembangunan ekonomi dan infrastruktur. Diperlukan sistem jaminan sosial yang kuat, inklusif, dan berkeadilan agar seluruh warga negara terlindungi dari risiko sosial dan ekonomi di masa depan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh pakar kebijakan publik dan jaminan sosial, Dr. Subiyanto, S.Sos., SH, M.Kn., CLA, dalam diskusi publik bertajuk “Optimalisasi Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045” yang digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta dari kalangan pelajar, akademisi, praktisi ketenagakerjaan, serta perwakilan BPJS Ketenagakerjaan wilayah Jakarta.
Dalam pemaparannya, Dr. Subiyanto menyoroti fenomena “generasi sandwich” yang menjadi kenyataan sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. “Mereka menanggung masa lalu orang tua yang tidak memiliki jaminan hari tua, sekaligus berjuang membangun masa depan anak-anak mereka di tengah keterbatasan,” ujarnya.
Ia juga mengungkap data yang memprihatinkan terkait kondisi pensiunan di Indonesia. Dari setiap 100 orang yang memasuki masa pensiun, hanya 1 persen yang hidup sejahtera, 4 persen mandiri secara finansial, sementara 49 persen bergantung pada anak-anak mereka.
“Data ini merupakan alarm nasional. Kita memerlukan kesadaran kolektif untuk memperkuat sistem jaminan sosial agar tidak terjebak dalam kemiskinan yang menurun lintas generasi,” tegasnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Dr. Subiyanto memaparkan lima strategi utama dalam transformasi sistem jaminan sosial nasional:
1. Interoperabilitas Data Sosial: Regulasi Penerbitan untuk membangun sistem data tunggal berbasis digital.
2. Sosialisasi Masif: Pendidikan masyarakat secara luas dan terstruktur hingga ke pelosok negeri.
3. Integrasi Layanan Jaminan Sosial: Implementasi Perpres No. 25 Tahun 2020 guna mempercepat integrasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
4. Optimalisasi Filantropi: Memberikan insentif kepada korporasi dan individu yang berkontribusi dalam perluasan jaminan sosial.
5. Revitalisasi Komunikasi Publik: Peningkatan pendekatan komunikasi BPJS Ketenagakerjaan agar lebih humanis dan dekat dengan pekerja.
Ia juga mengutip teori Cashflow Quadrant dari Robert T. Kiyosaki untuk menggambarkan bahwa perlindungan sosial dibutuhkan oleh semua kalangan — pekerja, pengusaha, hingga investor.
Dekan FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Hj. Nur Aisyah, M.Si., menyambut baik pemikiran Dr. Subiyanto. Ia menilai forum ini sebagai bentuk nyata kolaborasi antara akademisi dan lembaga publik dalam memperluas literasi sosial di kalangan pelajar dan masyarakat.
“Forum ini menyuburkan literasi tentang pentingnya jaminan sosial sebagai fondasi kesejahteraan nasional,” ujarnya.
Menutup sesi, Dr. Subiyanto kembali mendapat tekanan bahwa jaminan sosial bukan sekadar program pemerintah, melainkan hak konstitusional setiap warga negara.
“Indonesia tidak perlu khawatir. Indonesia memerlukan jaminan sosial yang menjangkau seluruh rakyat. Karena keadilan sosial tidak mungkin terwujud tanpa jaminan sosial,” katanya sambil menyambut tepuk tangan peserta.
Ia menegaskan, pencapaian Indonesia Emas 2045 harus menempatkan pembangunan manusia sebagai prioritas utama. “Cita-cita Indonesia Emas bukan sekadar soal ekonomi dan infrastruktur, tetapi tentang kehidupan yang layak, aman, dan berkesempatan,” tutupnya. (Tim merah)