oleh : Redaksi Cahaya Nusantara News
Di tengah perubahan besar menuju ekonomi hijau dan energi berkelanjutan, dunia kini menghadapi tantangan transisi yang tidak hanya bersifat teknologis, tetapi juga sosial dan ekonomi. Konsep Just Transition atau transisi yang berkeadilan hadir sebagai upaya memastikan perubahan menuju energi bersih tidak meninggalkan kelompok masyarakat tertentu.
Namun, keberhasilan gagasan ini sangat ditentukan oleh hadirnya kepemimpinan yang substantif — kepemimpinan yang bukan hanya memegang jabatan, tetapi memiliki visi, komitmen, dan integritas untuk mewujudkan perubahan nyata.
Pemimpin dengan Substansi, Bukan Sekadar Simbol
Kepemimpinan substantif berarti berfokus pada nilai dan dampak, bukan pada pencitraan. Seorang pemimpin yang substantif memahami bahwa setiap keputusan harus berpihak pada kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan.
Dalam konteks Just Transition, pemimpin seperti ini berperan penting dalam memastikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan ekologi. Ia menjadi penentu arah kebijakan agar transisi menuju energi bersih tidak menimbulkan kesenjangan baru, tetapi membuka peluang kerja hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Tantangan Kepemimpinan di Era Transisi
Transisi energi tidak hanya menuntut inovasi teknologi, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia. Di banyak daerah penghasil energi fosil, kekhawatiran kehilangan pekerjaan menjadi tantangan serius. Pemimpin yang substantif harus mampu menjembatani perubahan ini dengan strategi konkret: pelatihan ulang tenaga kerja, penguatan ekonomi lokal, dan dialog sosial yang inklusif.
Kepemimpinan yang hanya berorientasi pada target ekonomi tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hanya akan memperdalam kesenjangan. Sebaliknya, kepemimpinan yang substantif akan memandang transisi ini sebagai peluang membangun keadilan dan kesejahteraan baru.
Meneguhkan Peran Pemimpin Transformatif
Era Just Transition membutuhkan pemimpin yang berani dan visioner. Pemimpin yang mampu menumbuhkan kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, dunia usaha, serikat pekerja, dan masyarakat sipil. Prinsip transparansi, tanggung jawab, dan keberlanjutan harus menjadi pondasi utama.
Kepemimpinan yang substantif tidak hanya berbicara tentang kebijakan, tetapi tentang keberanian untuk mendengar, menyesuaikan arah, dan memastikan tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih hijau dan adil.
Penutup
Just Transition adalah ujian besar bagi kualitas kepemimpinan bangsa. Hanya dengan kepemimpinan yang substantif — yang berpihak pada manusia dan bumi — kita dapat memastikan transisi energi menjadi jalan menuju keadilan sosial, kesejahteraan, dan kemakmuran berkelanjutan.
(Bambang)
.